Mengenal Macam-Macam Teori Bisnis: Fondasi Penting dalam Menjalankan Usaha
Dalam artikel ini, kita akan membahas berbagai macam teori bisnis yang menjadi fondasi pengambilan keputusan, lengkap dengan contoh nyata serta pengalaman pribadi pelaku usaha.
1. Teori Klasik: Awal Mula Ilmu Manajemen
Teori klasik lahir dari masa Revolusi Industri ketika
efisiensi produksi menjadi tujuan utama. Dua tokoh penting dalam aliran ini
adalah Frederick Winslow Taylor dan Henri Fayol.
- Taylor
memperkenalkan Scientific Management Theory, yang menekankan
efisiensi kerja dan pemisahan antara perencana (manajer) dan pelaksana
(pekerja).
- Fayol
mengembangkan prinsip manajemen seperti planning, organizing,
commanding, coordinating, dan controlling.
Contoh: Banyak pabrik manufaktur di Indonesia masih
menggunakan prinsip Taylor, misalnya pada sistem kerja berulang dan pembagian
kerja berdasarkan spesialisasi.
2. Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Berbeda dengan pendekatan klasik yang fokus pada efisiensi,
teori ini menekankan pada manusia sebagai individu yang punya emosi, motivasi,
dan aspirasi.
Tokoh utama: Elton Mayo dengan Hawthorne Studies-nya.
Ia menemukan bahwa perhatian terhadap pekerja bisa meningkatkan produktivitas
lebih dari sekadar perbaikan kondisi kerja fisik.
Pengalaman Nyata: Seorang pemilik laundry rumahan di
Surabaya menceritakan bahwa setelah mulai memperhatikan kenyamanan karyawan,
termasuk mendengarkan keluhan dan memberikan waktu istirahat yang cukup,
tingkat absensi menurun drastis dan pelanggan pun ikut meningkat karena
pelayanan jadi lebih ramah.
3. Teori Sistem
Dalam teori sistem, bisnis dipandang sebagai bagian
dari sistem yang lebih besar, terdiri dari input, proses, output, dan feedback.
Konsep ini membantu pemilik usaha memahami bahwa setiap
aspek—dari pemasok, SDM, proses produksi, hingga layanan purna jual—saling
terhubung dan harus diatur secara harmonis.
Ilustrasi: Sebuah bisnis katering di Yogyakarta
mengalami peningkatan efisiensi setelah menerapkan Sistem ERP sederhana
untuk mengatur stok bahan, pemesanan, hingga pengiriman. Semua divisi saling
terintegrasi dan menghasilkan efisiensi waktu hingga 30%.
4. Teori Kontingensi
Teori ini menolak adanya "satu resep yang cocok untuk
semua" dalam manajemen. Sebaliknya, keputusan harus diambil berdasarkan
situasi dan konteks.
“Saat pandemi, saya harus menyesuaikan seluruh strategi
pemasaran untuk bisnis baju muslim saya. Tidak ada teori tunggal yang cocok.
Saya belajar dari banyak referensi, termasuk teori bisnis kontingensi,
bahwa perubahan cepat dan adaptasi adalah kunci bertahan.” — Ujar Zainab,
pemilik brand lokal fashion di Malang.
Teori kontingensi mengajarkan bahwa pemimpin harus fleksibel
dan mampu mengenali variabel lingkungan.
5. Teori Stakeholder
Dalam pendekatan ini, bisnis tidak hanya bertanggung jawab
kepada pemilik saham, tetapi juga pada semua pihak yang terlibat, seperti
pelanggan, karyawan, pemasok, komunitas, bahkan lingkungan.
“Saat saya menjalankan usaha kedai kopi kecil di Bandung,
saya sadar betapa relevannya Teori Stakeholder dalam pengambilan
keputusan. Misalnya, ketika memutuskan untuk mengganti bahan baku ke produk
lokal, saya tidak hanya mempertimbangkan keuntungan, tapi juga kepuasan
pelanggan, relasi dengan supplier, dan dampaknya bagi komunitas sekitar.”
Dengan memperhatikan berbagai stakeholder, usaha kecil
justru lebih kuat dalam membangun kepercayaan dan loyalitas.
6. Teori Etika Bisnis
Teori ini menekankan pentingnya moral dan tanggung jawab
sosial dalam setiap aktivitas bisnis. Tak hanya mengejar keuntungan, tapi juga
mempertimbangkan fairness, transparansi, dan dampak terhadap masyarakat.
Contoh nyata adalah tren bisnis berkelanjutan (sustainable
business) yang menghindari praktik eksploitatif, baik terhadap alam maupun
manusia.
Banyak UMKM sekarang mulai menerapkan prinsip etika ini.
Misalnya, pengusaha kerajinan bambu di Blitar hanya menggunakan bambu dari
lahan regeneratif dan membayar pekerja di atas UMR.
7. Teori Inovasi dan Disrupsi
Dipopulerkan oleh Clayton Christensen, teori disrupsi
menjelaskan bagaimana perusahaan kecil dengan inovasi baru bisa mengalahkan
pemain besar.
Startup seperti Gojek dan Tokopedia adalah bukti nyata
bagaimana inovasi model bisnis mampu mendisrupsi industri lama.
UMKM bisa menerapkan ini dengan menciptakan keunikan produk,
menggunakan teknologi digital, atau memberikan pengalaman pelanggan yang
berbeda.
8. Teori Jaringan (Network Theory)
Bisnis tak lagi berdiri sendiri, melainkan tumbuh melalui
kolaborasi dan jaringan. Teori ini penting di era digital, di mana hubungan
dengan mitra, komunitas, hingga influencer punya dampak besar terhadap
pertumbuhan.
“Saya bergabung dengan komunitas pelaku bisnis makanan
online di Jogja. Di sana kami saling promosi, tukar supplier, hingga membuat
bundling produk bersama. Ternyata benar, dengan jaringan yang kuat, penjualan
saya naik 2x lipat dalam 3 bulan.”
9. Penerapan Teori Bisnis di Dunia Nyata
Dalam praktiknya, teori bisnis tidak berdiri sendiri. Seorang pemilik
bisnis harus mampu menggabungkan berbagai teori sesuai konteksnya.
Misalnya:
- Gunakan
teori sistem untuk menyusun SOP bisnis.
- Terapkan
teori stakeholder dalam pengambilan keputusan strategis.
- Manfaatkan
teori kontingensi untuk beradaptasi saat krisis.
- Pegang
prinsip etika bisnis agar bisnis berkelanjutan.
Dengan kombinasi yang tepat, keputusan yang diambil akan
lebih tepat sasaran dan berlandaskan pemikiran logis dan tanggung jawab sosial.
10. Kenapa Teori Masih Penting di Era Praktis?
Banyak pelaku usaha berpikir bahwa teori itu terlalu “buku
teks” dan tidak relevan di lapangan. Tapi kenyataannya, teori yang dipahami
dengan baik justru menjadi kompas dalam menghadapi ketidakpastian dan dilema
bisnis.
Praktik tanpa teori bisa membuat bisnis kehilangan arah,
sedangkan teori tanpa praktik hanya akan menjadi hafalan kosong. Maka, sinergi
antara keduanya sangatlah penting.
Jika Anda ingin memperdalam pemahaman dan menerapkan teori
bisnis dalam pengembangan usaha, pastikan Anda tidak hanya membaca, tetapi
juga mencoba menerapkannya sesuai kondisi bisnis Anda sendiri. Karena di
dunia nyata, fleksibilitas dan kepekaan jauh lebih penting daripada sekadar
hafalan istilah.


